Connect with us

9Info.co.id | BATAM – Warga komplek perumahan di kawasan pertokoan Fanindo, Kelurahan Tanjung Uncang, Kecamatan Batu Aji, mengajukan keluhan serius mengenai keberadaan sebuah gelanggang permainan, Game Boy Zone (GBZ). Mereka menuduh GBZ yang beroperasi di wilayah tersebut telah disulap menjadi gelanggang perjudian ilegal yang meresahkan.

Keluhan dari warga semakin meningkat karena dampak negatif yang dirasakan. Banyak laporan yang menyebutkan bahwa aktivitas perjudian ini menarik perhatian orang-orang dari luar komplek perumahan, yang seringkali membuat keributan di sekitar area. Selain itu, kehadiran penjudi yang datang dari luar mengganggu ketenangan lingkungan dan meningkatkan kekhawatiran akan adanya potensi tindak kejahatan.

Menurut seorang warga yang tidak mau disebutkan identitasnya mengatakan, atas keberadaan gelper GBZ tersebut sangat meresahkan. Pasalnya, atas kehadiran Gelper di wilayah itu sangat berpengaruh buruk terhadap beberapa orang tua yang kecanduan bermain gelper dan anak-anak yang beranjak remaja.

“Iya bang, saya merasa was-was atas keberadaan gelper Boy Zone ini, sebab saya punya dua anak yang sedang beranjak remaja, dan saya melihat beberapa kali ada anak-anak remaja yang masuk kedalam gelper itu, jadi saya juga takut anak-anak saya jadi ikut terpengaruh main gelper bang,” pungkasnya.

Dari hasil investigasi tim media ini ke lokasi Gelper GBZ dinilai tidak lagi beroperasi sesuai aturan yang ditetapkan pemerintah Kota Batam.

Saat memasuki ruangan Gelper GBZ, kondisi ruangan terlihat kurang pencahayaan sehingga terlihat remang-remang dan udara yang terasa berbau dan sangat pengap, hal ini dikarenakan kurangnya sirkulasi di lokasi GBZ tersebut yang mengakibatkan asap rokok pengunjung mengepul didalam ruangan, dan hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan peraturan perijinan PTSP.

Selain itu, beberapa pemain di lokasi yang memenangkan poin terlihat menukarkan menjadi tiket melalui wasit atau penjaga meja tempat bermain, dan selanjutnya pemain langsung membawa ke kasir yang berada tidak jauh dari meja game ketangkasan tersebut. Adapun dari hasil tiket pihak kasir akan memberikan satu slop rokok untuk ditukarkan uang dan tergantung nilai tiket yang didapat.

Modus penukaran rokok jadi uang tunai yakni hasil dari poin yang didapatkan para pemain di lokasi, selanjutnya hadiah tersebut akan di uangkan dimana ditukarkan dari seorang yang standby di mobil di sekitar lokasi Game Boi Zone. Penukaran hadiah 1 slop rokok akan di tukar menjadi uang sebesar 240 ribu rupiah.

Hingga berita ini di publish, media ini masih berupaya meminta penjelasan dari management GBZ, Kapolsek BatuAji dan PTSP. (GB)

Continue Reading
Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Batam

Sidang Kasus KDRT, 6 Saksi yang dihadirkan JPU Sebut Tidak ada Peristiwa Kekerasan Fisik terhadap Korban.

Sidang Kasus KDRT, 6 Saksi yang dihadirkan JPU Sebut Tidak ada Peristiwa Kekerasan Fisik terhadap Korban.

9Info.co.id| BATAM –  Sidang kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan terdakwa Daniel Marshall Purba mengungkap fakta mengejutkan di Pengadilan Negeri Batam.

Dalam persidangan yang berlangsung pada Selasa kemarin (2/10/2024). Enam orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Batam menyatakan bahwa mereka tidak melihat adanya peristiwa kekerasan dalam kasus perebutan anak yang menghebohkan Kota Batam dua tahun lalu di Hotel Harris Batam Center.

Sidang perkara nomor 466/Pid. Sus/2024/PN.Btm. ini dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Tiwik, dan dua hakim anggota Yuanne Rambe, dan Vabiannes Stuart Watimena di Ruang Sidang Utama PN Batam mengundang empat saksi yang mengetahui kronologi peristiwa perebutan anak tersebut.

Saksi bernama Zara Zettira mengungkapkan, “Saya tidak pernah melihat adanya dorongan, pemukulan, atau korban jatuh, seperti yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum.” tegas Zara Zetrtira dalam persidangan.

“Saat Korban datang ke hotel Harris bersama adiknya, saya sedang di lobby Hotel Harris yang Mulia”, jelasnya.

“Pada saat itu korban menyampaikan kepada saya, sini anak gua “Anjing”. Namun saya menjawab tunggu bapaknya datang, tunggu bapaknya datang dan kami pun di amankan pihak security hotel untuk diarahkan ke suatu ruangan dekat lobby Hotel Harris (Smiley Room) sembari saya menggendong anak korban” sebutnya.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh saksi lainnya dari UPT PPA Perlindungan Perempuan dan Anak yang menambah kesan bahwa tidak ada tindakan kekerasan yang terjadi yang dilakukan oleh terdakwa kepada korban.

“Korban hanya menjelaskan bahwa si korban mengalami luka memar di sebelah punggung kiri saat berkomunikasi VC dengan sikorban”, tetapi tidak melihat dengan jelas dalam Video tesebut Luka memar yang dialami oleh Korban, jelasnya.

“Pada saat itu, kehadiran kami atas instruksi dari PPA Polda Kepri Iptu Yanhthi Harefa SH. untuk mendampingi korban, dan berupaya memediasi antara korban dan terdakwa yang mulia. dalam mediasi tersebut disepakati dan tertulis ada 10 poin yang menjadi komitment korban dan terdakwa. Namun karena ada satu point’ yang tidak disepakati, si korban pun enggan untuk menandatangani kesepakatan yang mereka fasilitasi. Namun Terdakwa dan Korban sepakat tidur bersama Anaknya 1 kamar di Hotel Harris Batam Centre pada Senin Malam tanggal 12 September 2022., namun esoknya saksi kembali mendampingi mediasi yang dilaksanakan di Polsek Batam kota”, namun tidak menghasilkan kesepakatan sebut saksi Tetmawati Lubis.

Hakim terlihat terkejut saat mendengar kesaksian tersebut, terutama karena dua saksi sebelumnya juga tidak menyebutkan adanya peristiwa yang dituduhkan oleh pelapor, yang merupakan istri terdakwa.

Kuasa hukum terdakwa, Jhon Asron Purba, menegaskan bahwa kesaksian para saksi membuktikan bahwa dakwaan jaksa tidak terpenuhi. “Berdasarkan keterangan para saksi, dakwaan tidak sesuai dengan kenyataan,” katanya.

Saksi-saksi juga menunjukkan kesesuaian dengan kesaksian petugas keamanan dan polisi yang berada di lokasi kejadian, yang melihat langsung insiden perebutan anak tersebut.

Pihak perlindungan perempuan dan anak pun menyatakan tidak mengetahui adanya kekerasan dan hanya bertemu dengan korban setelah kejadian.

Asron Purba menambahkan bahwa bukti valid berupa video yang diunggah oleh korban di media sosial, yang menjadikan kasus ini viral, juga tidak menunjukkan adanya peristiwa kekerasan.

Namun usai persidangan, Majelis Hakim pun masih menolak permohonan kuasa hukum yang meminta penangguhan terhadap terdakwa dan memutuskan untuk melanjutkan sidang pada Selasa, (8/10/2024) dengan rencana menghadirkan saksi korban, yang sebelumnya telah mangkir dua kali dari persidangan.

Peristiwa ini berlangsung di ruang publik di Hotel Harris Batam Center dan berawal dari laporan KDRT yang dibuat oleh istri terdakwa, Daniel Marshall Purba. Kasus ini terus menjadi sorotan publik, menyusul banyaknya perhatian media terhadap situasi yang melibatkan perebutan anak. (DN).

Continue Reading
Kolom Iklan

Berita Lain