Connect with us

9Info.co.id.BATAM – Peristiwa pencurian modus pecah kaca mobil itu terjadi pada hari Jumat, 4 Maret 2022 di parkiran depan gerai Indomaret kawasan Tunas Regency, Kecamatan Sagulung, Kota Batam.
Tindak pidana pencurian modus pecah kaca kembali terjadi di Kota Batam. Kali ini, seorang ibu menangis histeris setelah barang berharga yang disimpan di dalam mobil Toyota Agya miliknya raib digasak orang tidak dikenal.

“Baru saja terjadi di depan Indomaret Tunas. Ibu ini dari Bank Mandiri Fanindo, kaca mobil pecah dan duit bersama tas raib. Tolong di up,” kata pria dalam video tersebut.
Saat dihubungi awak media, Kapolsek Sagulung Iptu Mohammad Darma Ardiyaniki membenarkan peristiwa pencurian modus pecah kaca tersebut.
“Jumat pagi, korban mengambil uang tunai sebesar Rp 50 juta di salah satu Bank daerah Batu Aji dan meletakkan di tas dalam mobil. Kemudian, korban singgah ke Indomaret Kawasan Tunas Regency. Ketika kembali ke mobil, di dapati kaca mobil sebelah kiri depan pecah, ban mobil belakang sebelah kiri telah kempes dan Tas berisi uang tunai Rp 50 juta telah hilang,” kata Kapolsek Sagulung Iptu Mohammad Darma Ardiyaniki.

Pasca peristiwa itu, jajaran Polsek Sagulung saat ini tengah melakukan upaya penyelidikan terhadap kasus tersebut.
“Saat ini laporan sudah kita terima dan masih kita selidiki,” katanya.
Dalam peristiwa ini, kembali dihimbau kepada masyarakat Kota Batam agar tidak meletakkan barang berharga di dalam mobil. Karena bila itu terjadi, tidak menutup kemungkinan dapat mengundang para pelaku tindak pidana kriminal untuk melakukan kejahatan.(red)

Continue Reading
Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Daerah

Korban Jadi Tersangka Usai Dikeroyok di Lift KTV Majestik, Jhon Asron Purba, S.H : Aneh Tapi Nyata

Korban Jadi Tersangka Usai Dikeroyok di Lift KTV Majestik, Pengacara Aneh Tapi Nyata

9info.co.id | TANJUNGPINANG – Penanganan kasus pengeroyokan yang terjadi di lift KTV Majestik, Tanjungpinang, kembali menuai sorotan. Ironisnya, korban awal dalam insiden tersebut, Hartono alias Amiang, justru kini ditetapkan sebagai tersangka bersama rekannya, Lovikospanto alias Luku. Padahal, keduanya sempat lebih dulu melaporkan peristiwa pengeroyokan itu kepada pihak berwajib.

Peristiwa nahas tersebut terjadi pada 28 Januari 2025 sekitar pukul 01.15 WIB. Insiden bermula saat Yani Safitry, rekan Amiang, tanpa sengaja menginjak kaki salah satu pengunjung di dalam lift. Meskipun sudah langsung meminta maaf, kejadian itu berujung pengeroyokan terhadap Yani dan Amiang oleh tujuh orang pria saat pintu lift terbuka. Dari para pelaku, hanya satu yang dikenali oleh korban.

Tidak tinggal diam, Amiang melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Tanjungpinang Kota beberapa jam setelah kejadian, pada pukul 08.00 WIB. Laporan tersebut kemudian dilimpahkan ke Polresta Tanjungpinang pada 12 Februari 2025. Namun di hari yang sama, laporan tandingan justru diajukan oleh Hartono alias Acai yang merupakan salah satu pihak terlapor dengan tuduhan sebaliknya.

Menariknya, laporan dari Acai diproses lebih cepat. Polisi menaikkan status kasusnya ke tahap penyidikan pada 28 Februari 2025. Sementara laporan dari pihak Amiang, yang merupakan korban awal, belum menunjukkan perkembangan berarti hingga akhirnya pada 22 April 2025, justru Amiang dan Luku ditetapkan sebagai tersangka.

Pengacara kedua tersangka, Jhon Asron Purba, S.H., dan Rivaldhy Harmi, S.H., M.H., menilai proses hukum yang dijalankan penuh kejanggalan. Mereka menyoroti bahwa penyidik tampak tidak mempertimbangkan bukti rekaman CCTV secara menyeluruh dan menyayangkan tidak semua pelaku pengeroyokan diperiksa.

“Seharusnya penyidik melihat kasus ini secara utuh, tidak sepotong-potong. Bukti CCTV jelas memperlihatkan kronologi kejadian,” tegas Jhon dalam keterangannya pada Selasa, 29 April 2025.

Jhon juga menyebut, dari tujuh orang yang diduga terlibat dalam pengeroyokan, tiga di antaranya bahkan sudah disebut meninggalkan Indonesia dan pergi ke Kamboja. Ia pun mengkritik perubahan pasal yang dikenakan kepada kliennya, dari dugaan penganiayaan menjadi pengeroyokan sesuai Pasal 170 KUHP.

“Ini sangat ganjil. Aneh, ajaib, tapi nyata. Klien kami yang melapor lebih dahulu, malah diperlakukan seperti pelaku. Ini sangat menggelikan,” ujarnya.

Meski demikian, pihaknya tetap menghormati proses hukum. Namun mereka menegaskan akan menempuh seluruh jalur legal yang tersedia, termasuk melapor ke Propam, Komnas HAM, Komnas Perempuan, hingga Kompolnas jika ditemukan indikasi penyimpangan dalam penanganan perkara.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena dinilai mencerminkan ketimpangan penegakan hukum dan mengundang pertanyaan besar mengenai objektivitas proses penyidikan yang berlangsung.(RP)

Continue Reading
Kolom Iklan

Berita Lain