Connect with us

9Info.co.id | BATAM — Sebastian Surbakti, SH, kuasa hukum Neli, telah mengungkapkan kekecewaannya atas penanganan dugaan kasus penipuan yang dilaporkan oleh kliennya terhadap terlapor ER, yang diketahui merupakan oknum Ibu Bhayangkari.

Laporan ini telah terdaftar dengan nomor STTLP/852/VIII/2018/SPKT-Resta Barelang pada 11 Maret 2018 lalu.

Menurut keterangan Surbakti, kejadian tersebut bermula dari kerjasama antara pelapor dan terlapor dalam proyek pembangunan kavling siap bangun (KSB) di daerah Mangsang, Tanjung Piayu, Kota Batam.

Pada (15/03/2018), sekitar pukul 11.00 WIB, terlapor meminta uang sebesar 100 juta Rupiah kepada klienya dengan alasan untuk pengambilan Site Plan lahan yang akan dibangun KSB di kantor BP Batam.

Karena kepentingan bisnis, pelapor menyerahkan uang tersebut di kantor Notaris Rita M.M. Simanungkalit, SH., M.Kn yang terletak di Komplek Grand California Blok F No 2, Batam Centre.

Setelah itu, terlapor meminta waktu untuk mengurus Site Plan tersebut ke BP Batam. Sekitar pukul 15.00 WIB, terlapor kembali dan memberikan Site Plan kepada pelapor. Namun, setelah diperiksa, pelapor menemukan bahwa Site Plan tersebut tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan.

“Upaya pelapor untuk meminta uangnya kembali tidak membuahkan hasil, karena terlapor tidak menunjukkan itikad baik untuk mengembalikan uang tersebut hingga hari ini”,sesalnya.

BUKTI LAPORAN

Menurut Sebastian Surbakti, SH, sebagai kuasa hukum pelapor, telah berkali-kali menanyakan perkembangan laporan tersebut ke Unit 1 Polresta Barelang. Sayangnya, hingga enam tahun berlalu, kasus tersebut tampaknya tidak ditindaklanjuti dan malah “bak di peti es kan ” oleh penyidik.

Surbakti mengungkapkan rasa kecewanya terhadap penanganan kasus ini dan menilai ada banyak kejanggalan dalam prosesnya.

Ia menyebutkan bahwa adanya keterkaitan terlapor dengan seorang anggota Polri seharusnya tidak menjadi alasan untuk mengabaikan kasus ini.

“Persamaan di mata hukum atau equality before the law adalah asas yang menyatakan bahwa setiap orang harus diperlakukan adil dan setara di hadapan hukum,” tegas Surbakti.

Sebastian Surbakti berharap agar pihak berwenang segera mengambil tindakan yang tepat dan memastikan bahwa keadilan untuk kliennya dapat ditegakkan, tanpa memandang latar belakang terlapor. (DN).

Continue Reading
Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Batam

Sidang Kasus KDRT, 6 Saksi yang dihadirkan JPU Sebut Tidak ada Peristiwa Kekerasan Fisik terhadap Korban.

Sidang Kasus KDRT, 6 Saksi yang dihadirkan JPU Sebut Tidak ada Peristiwa Kekerasan Fisik terhadap Korban.

9Info.co.id| BATAM –  Sidang kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang melibatkan terdakwa Daniel Marshall Purba mengungkap fakta mengejutkan di Pengadilan Negeri Batam.

Dalam persidangan yang berlangsung pada Selasa kemarin (2/10/2024). Enam orang saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Batam menyatakan bahwa mereka tidak melihat adanya peristiwa kekerasan dalam kasus perebutan anak yang menghebohkan Kota Batam dua tahun lalu di Hotel Harris Batam Center.

Sidang perkara nomor 466/Pid. Sus/2024/PN.Btm. ini dipimpin oleh ketua Majelis Hakim Tiwik, dan dua hakim anggota Yuanne Rambe, dan Vabiannes Stuart Watimena di Ruang Sidang Utama PN Batam mengundang empat saksi yang mengetahui kronologi peristiwa perebutan anak tersebut.

Saksi bernama Zara Zettira mengungkapkan, “Saya tidak pernah melihat adanya dorongan, pemukulan, atau korban jatuh, seperti yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum.” tegas Zara Zetrtira dalam persidangan.

“Saat Korban datang ke hotel Harris bersama adiknya, saya sedang di lobby Hotel Harris yang Mulia”, jelasnya.

“Pada saat itu korban menyampaikan kepada saya, sini anak gua “Anjing”. Namun saya menjawab tunggu bapaknya datang, tunggu bapaknya datang dan kami pun di amankan pihak security hotel untuk diarahkan ke suatu ruangan dekat lobby Hotel Harris (Smiley Room) sembari saya menggendong anak korban” sebutnya.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh saksi lainnya dari UPT PPA Perlindungan Perempuan dan Anak yang menambah kesan bahwa tidak ada tindakan kekerasan yang terjadi yang dilakukan oleh terdakwa kepada korban.

“Korban hanya menjelaskan bahwa si korban mengalami luka memar di sebelah punggung kiri saat berkomunikasi VC dengan sikorban”, tetapi tidak melihat dengan jelas dalam Video tesebut Luka memar yang dialami oleh Korban, jelasnya.

“Pada saat itu, kehadiran kami atas instruksi dari PPA Polda Kepri Iptu Yanhthi Harefa SH. untuk mendampingi korban, dan berupaya memediasi antara korban dan terdakwa yang mulia. dalam mediasi tersebut disepakati dan tertulis ada 10 poin yang menjadi komitment korban dan terdakwa. Namun karena ada satu point’ yang tidak disepakati, si korban pun enggan untuk menandatangani kesepakatan yang mereka fasilitasi. Namun Terdakwa dan Korban sepakat tidur bersama Anaknya 1 kamar di Hotel Harris Batam Centre pada Senin Malam tanggal 12 September 2022., namun esoknya saksi kembali mendampingi mediasi yang dilaksanakan di Polsek Batam kota”, namun tidak menghasilkan kesepakatan sebut saksi Tetmawati Lubis.

Hakim terlihat terkejut saat mendengar kesaksian tersebut, terutama karena dua saksi sebelumnya juga tidak menyebutkan adanya peristiwa yang dituduhkan oleh pelapor, yang merupakan istri terdakwa.

Kuasa hukum terdakwa, Jhon Asron Purba, menegaskan bahwa kesaksian para saksi membuktikan bahwa dakwaan jaksa tidak terpenuhi. “Berdasarkan keterangan para saksi, dakwaan tidak sesuai dengan kenyataan,” katanya.

Saksi-saksi juga menunjukkan kesesuaian dengan kesaksian petugas keamanan dan polisi yang berada di lokasi kejadian, yang melihat langsung insiden perebutan anak tersebut.

Pihak perlindungan perempuan dan anak pun menyatakan tidak mengetahui adanya kekerasan dan hanya bertemu dengan korban setelah kejadian.

Asron Purba menambahkan bahwa bukti valid berupa video yang diunggah oleh korban di media sosial, yang menjadikan kasus ini viral, juga tidak menunjukkan adanya peristiwa kekerasan.

Namun usai persidangan, Majelis Hakim pun masih menolak permohonan kuasa hukum yang meminta penangguhan terhadap terdakwa dan memutuskan untuk melanjutkan sidang pada Selasa, (8/10/2024) dengan rencana menghadirkan saksi korban, yang sebelumnya telah mangkir dua kali dari persidangan.

Peristiwa ini berlangsung di ruang publik di Hotel Harris Batam Center dan berawal dari laporan KDRT yang dibuat oleh istri terdakwa, Daniel Marshall Purba. Kasus ini terus menjadi sorotan publik, menyusul banyaknya perhatian media terhadap situasi yang melibatkan perebutan anak. (DN).

Continue Reading
Kolom Iklan

Berita Lain