Connect with us

9info.co.id | BATAM – Elvin Juli Pendawa, mantan karyawan, mengadukan nasibnya ke Anggota DPRD Kota Batam setelah merasa haknya sebagai pekerja tidak diberikan sesuai aturan perundang-undangan. Elvin yang telah bekerja selama tiga kali masa kontrak di perusahaan produsen springbed tersebut menuntut kompensasi yang menjadi haknya berdasarkan ketentuan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Menurut Elvin, ia telah menjalani tiga kali masa kontrak berturut-turut, masing-masing selama 3 bulan, 6 bulan, dan 6 bulan. Namun setelah kontrak terakhirnya berakhir, pihak perusahaan tidak memberikan kompensasi sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021.

“Sudah tiga kali kontrak, total 15 bulan saya kerja. Tapi setelah kontrak habis, saya tidak diberi kompensasi. Saya sudah coba tuntut, tapi tidak digubris,” ujar Elvin.

Karena merasa suaranya tak didengar, Elvin pun mengadukan persoalannya kepada Anggota DPRD Kota Batam, Tapis Dabbal Siahaan, SH dari Fraksi PDI Perjuangan. Tapis pun menindaklanjuti aduan tersebut dengan menjadwalkan inspeksi mendadak (sidak) ke PT Louisz International.

Namun sayangnya, kedatangan wakil rakyat itu bersama Elvin ke lokasi perusahaan malah diabaikan. HRD PT Louisz International, berinisal WN, menolak menemui mereka dengan alasan tidak berada di tempat. Padahal menurut keterangan dari dalam perusahaan, motor yang biasa digunakan HRD tersebut terlihat terparkir di area perusahaan.

“Saya sangat menyayangkan sikap perusahaan. Ini bukan hanya soal Elvin, tapi saya mendapatkan informasi bahwa ada banyak pekerja lain yang mengalami nasib serupa. Tidak mendapatkan kompensasi setelah kontraknya habis,” ujar Tapis kepada media.

Tapis menambahkan bahwa pemberian kompensasi bagi pekerja PKWT sudah sangat jelas aturannya dalam Pasal 16 PP No. 35 Tahun 2021. Pekerja yang telah bekerja minimal 1 bulan berhak mendapatkan kompensasi saat hubungan kerja berakhir. Besaran kompensasi ditentukan secara proporsional berdasarkan lama masa kerja.

“Kalau masa kerja 12 bulan penuh, kompensasinya 1 bulan upah. Kalau kurang dari itu, tinggal dihitung sesuai rumusnya. Elvin sudah bekerja total 15 bulan. Jelas dia berhak atas kompensasi,” tegasnya.

Lebih lanjut, Tapis menyebut bahwa kasus Elvin bisa menjadi pintu masuk untuk membongkar praktik pelanggaran hak pekerja di perusahaan tersebut. Ia mendesak Dinas Tenaga Kerja dan instansi terkait untuk segera turun tangan.

“Ini bentuk pelecehan terhadap aturan negara dan lembaga perwakilan rakyat. Saya akan bawa kasus ini lebih jauh bila perlu. Negara harus hadir untuk melindungi pekerja,” pungkasnya.(RP).

Continue Reading
Advertisement

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Batam

PT Sigma Aurora Property Pertanyakan Kinerja Pemko Batam: Pedagang dan Parkir Liar di Row 30 Ganggu Akses Lahan

PT Sigma Aurora Property Pertanyakan Kinerja Pemko Batam Pedagang dan Parkir Liar di Row 30 Ganggu Akses Lahan

9info.co.id | BATAM – Manajemen PT Sigma Aurora Property (PT SAP) secara resmi mempertanyakan kinerja Pemerintah Kota Batam, khususnya Dinas Perhubungan (Dishub) dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), terkait lambannya penanganan persoalan pedagang liar dan parkir liar yang mengganggu akses jalan di kawasan Row 30, Tanjung Uncang, Sekupang.

Dalam surat permohonan yang diajukan kepada Dishub Kota Batam tertanggal 20 Maret 2025, PT SAP menyampaikan keluhan mengenai terganggunya akses keluar masuk menuju lahan milik mereka yang telah dialokasikan berdasarkan Gambar Penetapan Lokasi No. 218020210 tanggal 28 Oktober 2018, seluas 19.976,43 m² di Jalan Brigjen Katamso – Kampung Cunting.

Perwakilan manajemen PT SAP, Dedi, menjelaskan bahwa saat ini aktivitas pedagang liar di sisi akses jalan Row 30 sangat mengganggu kegiatan operasional perusahaan.

“Saat ini sisi akses jalan keluar masuk Row 30 terhalang oleh pedagang liar yang berjualan. Ini sangat mengganggu akses ke lokasi kami. Padahal, para pedagang ini adalah eks gusuran bangunan liar yang sebelumnya sudah ditertibkan oleh Satpol PP pada tahun 2021 lalu,” ungkap Dedi kepada wartawan.

Selain persoalan pedagang, Dedi juga menyoroti keberadaan parkir liar yang memperparah kondisi lalu lintas di kawasan tersebut. Ia menyebut bahwa pihaknya telah beberapa kali melakukan koordinasi dengan PT WASCO untuk meminta agar karyawan perusahaan itu tidak memarkir kendaraan di jalur tersebut, namun belum ada hasil yang signifikan.

“Kami sudah beberapa kali meminta PT WASCO agar karyawan mereka tidak parkir sembarangan di Row 30. Kami harap pemerintah melalui Dishub dan Satpol PP segera melakukan penertiban sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya.

Dedi menyayangkan kurangnya respons dari pemerintah atas permintaan yang sudah diajukan sejak lama.

“Masalah ini sudah terlalu lama tanpa tindakan tegas. Ini merugikan kami sebagai penerima alokasi lahan. Bahkan bukan hanya kami, perusahaan lain seperti PT Putra Riau Enterprise juga turut melayangkan permohonan penertiban yang sama,” ujarnya.

Berdasarkan pantauan langsung awak media di lapangan, aktivitas pedagang liar dan parkir sembarangan memang terlihat memenuhi akses jalan Row 30 setiap harinya. Bahkan kondisi serupa juga terjadi di kawasan Row 100, yang juga dipenuhi kendaraan yang terparkir sembarangan.

Namun, kondisi ini turut menimbulkan pertanyaan dari publik. Beberapa pihak menilai, Apakah pihak perusahan PT WASCO belum mempersiapkan sarana parkir dan infrastruktur yang menyebabkan parkir liar yang terjadi?

Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Perhubungan Kota Batam maupun PT WASCO belum memberikan tanggapan resmi terkait keluhan yang disampaikan oleh PT SAP. (Mat).

Continue Reading
Kolom Iklan

Berita Lain